Validitas data menjadi kunci dalam program pengentasan kemiskinan. Sayangnya, usaha untuk mewujudkan data yang valid, pemerintah daerah menghadapi berbagai tantangan mulai dari keterbatasan sumber daya manusia, dana, hingga ego sektoral antar lembaga. Hal tersebut mengemuka dalam diskusi Kesejahteraan Lokal sebagai Basis Pelayanan Dasar, (12/9/2015). Diskusi yang digelar di Aula Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Kabupaten Banjarnegara ini dihadiri oleh KPMD, Bappeda, PMD Kecamatan, Kepala Desa, BPD, dan Kelompok Perempuan dari Gumelem Kulon, Gentansari, dan Jatilawang.
Menurut Andri selaku Kepala Bidang Sosial dan Budaya Bappeda Kabupaten Banjarnegara, angka kemiskinan di Banjanegara mencapai 18,71 persen. Angka tersebut menempatkan Banjarnegara pada posisi tujuh terbawah di Jawa Tengah. Kabupaten Banjarnegara sendiri telah mempunyai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengentasan kemiskinan. Program-programnya mencakup pengembangan potensi diri, pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, keterampilan, kesempatan kerja, sosial, rasa aman, dan kewirausahaan
Sayangnya, menurut Andri selama ini belum dilakukan perbaikan data secara rutin. Padahal data menjadi hal yang krusial. Kondisi tersebut disebabkan terbatasnya sumber daya manusia dan pendanaan di kabupaten. Selain itu, ego sektoral lembaga-lembaga di kabuten juga menjadi tantangan dalam penanggulangan kemiskinan. Masing-masing lembaga mempunyai data dan indikator sendiri dalam menerjemahkan kemiskinan. Dengan demikian, belum ada kepaduan data sebagai rujukan program-program penanggulangan kemiskinan di tingkat kabupaten.
Selain merujuk kondisi kemiskinan yang tepat, data kemiskinan penting dalam program penanggulangan kemiskinan hingga tingkatan desa. Hal tersebut disampaikan Imam Purwadi, Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa. Menurutnya, penanggulangan kemiskinan yang tidak didukung data desa yang valid akan menimbulkan masalah. APBDesa perlu memuat program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pada data.
Keterlibatan kelompok perempuan
Diskusi kali ini juga menjadi pertemuan koordinasi persiapan pelaksanaan kegiatan pemetaan kesejahteraan lokal sebagai tindak lanjut dari pertemuan Sekolah Perempuan di tiga desa yakni Gumelem Kulon, Gentansari, dan Jatilawang. Desa mempunyai kewenangan dalam melakukan pendataan sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2015 tentang Desa. Sehingga, desa mampu merumuskan program pembangunan yang tepat sasaran dan sesuai kebutuhan.
Di ketiga desa tersebut, kelompok perempuan akan menjadi motor penggerak pemetaan kesejahteraan di tingkat desa. Sebelumnya, kelompok perempuan yang aktif dalam Sekolah Perempuan telah melakukan pemetaan aset dan potensi desa.
Menurut frisca Arita Nilawati, selaku Manajer Program Desa Infest Yogyakarta, pendataan kesejahteraan di desa bisa dilakukan secara mandiri, mulai dari penganggaran, penentuan indikator, pelaksanaan pendataan, entri data, hingga verifikasi data. Sebelum melakukan pendataan, desa akan merumuskan indikator kesejahteraannya sendiri. Penentuan indikator kesejahteraan ditentukan melalui Musyawarah Desa. Dengan demikian, desa mampu menjadi pionir pendataan yang partisipatif.