Jumat (13/3/2015), tim Infest Yogyakarta menyelenggarakan lokakarya perumusan kurikulum dan modul Sekolah Perempuan. Kegiatan ini sebagai salah satu tahapan persiapan Sekolah Perempuan yang akan dikembangkan Infest Yogyakarta melalui program Maju Perempuan untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU) di dua kabupaten, yakni Banjarnegara dan Poso. Menurut Alimah Fauzan, selaku staf Gender tim Mampu-Infest, pertemuan kali ini bertujuan untuk mendapatkan masukan-masukan terkait penyusunan modul dan kurikulum Sekolah Perempuan.
Sekolah Perempuan merupakan salah satu program dari prototipe yang akan dikembangkan Infest Yogyakarta dengan tajuk “Perempuan dan Reformasi Pemerintahan Desa”. Hal ini dilatarbelakangi terbitnya Undang-undang nomor 6 tahun 2015 tentang Desa. Hasil peneraan tim Infest di 48 desa menunjukkan, keterlibatan perempuan dalam musyawarah desa masih minim.
Untuk itu, melalui Sekolah Perempuan, perempuan di desa akan diajak belajar bersama tentang penguatan paradigma perempuan melalui materi pendidikan kritis. Selain itu juga materi lain seperti ketrampilan berupa strategi pengelolaan dan pendataan potensi desa, komunikasi, teknik advokasi, negosiasi juga menjadi bahasan pada Sekolah Perempuan. Untuk mendorong kebijakan desa yang lebih responsif gender, akan dimasukkan pula materi tentang tata kelola keuangan desa.
Sebagai lanjutannya, akan ada “Kolaborasi Alumni Sekolah Perempuan dengan Rencana Pembangunan Desa”. Kegiatan ini mengarah pada hasil nyata dari Sekolah Desa perempuan akan mampu membuat peta sosial desa yang bisa dijadikan acuan dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes). Dengan begitu, kelompok perempuan memiliki kapasitas yang cukup dalam melihat kebijakan pemerintah desa, khususnya tentang anggaran.
Belajar dari Pengalaman Institut Mosintuwu
Dalam pertemuan kali ini, tim Mampu-Infest turut mengundang beberapa pegiat sosial yang aktif terlibat dalam pengorganisasian perempuan. Salah satunya Lian Gogali, pendiri Institut Mosintuwu. Sekolah perempuan Mosintuwu berawal dari upaya untuk menjaga perdamaian pasca konflik di Poso, Sulawesi Tengah. Kini, sekolah perempuan Mosintuwu telah beranggotakan 300 orang dari 37 desa.
“Kita belajar banyak dari perempuan. Awalnya isu perdamaian dan mengembangkan kurikulum mulai dari dasar, lanjutan dan khusus. Sejauh ini, sekolah perempuan telah mengembangkan sembilan materi pembelajaran,” terang Lian.
Selain isu perdamaian, sekolah perempuan Mosintuwu juga memasukkan beberapa materi pembelajaran seperti gender, perempuan dan budaya , perempuan dan politik cerdas berbicara dan bernalar, hak layanan masyarakat, ekonomi, sosial, politik, dan budaya, manajemen ekonomi keluarga dan komunitas. Para perempuan pun bisa memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan minat masing-masing. Di akhir kurikulum, para peserta sekolah perempuan akan melakukan analisis sosial, advokasi, dan kampanye. Di tahun ini, Infest bekerja sama dengan Institut Mosintuwu dan Yayasan Karsa mengembangkan kurikulum khusus yakni perempuan dalam pembangunan.
“Di kurikulum khusus ada pemetaan desa, pengelolaa BUMDes, ekonomi solidaritas, dan analisis dampak lingkungan. Karena di poso sudah banyak perkebunan dan tambang. Jadi, kami merasa perlu, tidak lagi bagaimana cara membangun, tetapi juga kemampuan analisis,” ujar Lian. Materi khusus yang dikembangkan sebagai bagian untuk mengawal implementasi UU Desa.
Terkait dengan UU Desa, Rina Mariana peneliti Institut for Research & Empowernment (IRE) Yogyakarta memetakan tiga hal penting, yaitu sistem, kelembagaan, dan penguatan kapasitas individu. Menurutnya, sekolah perempuan menjadi cara dalam penguatan kapasitas indinidu. Akan tetapi, ia juga mengingatkan pentingya penguasaan materi tentang sistem dan kelembagaan. Selain itu, penting bagi perempuan untuk menguasai keterampilan lain seperti ekonomi dan menulis sebagai sumber pengatahuan.
Lokakarya Penyusunan Panduan Perencanaan Apresiatif Desa
Di waktu yang bersamaan juga disusun panduan perencaan apresiatif desa. Menurut Frisca Arina Nilawati selaku staf Perencanaan Desa panduan perencanaan desa yang disusun tim Mampu-Infest menggunakan pendekatan kekutan aset desa.
Kurikulum perencanaan apresiatif desa meliputi: desa dalam UU Desa, perencanaan pembangunan desa, apresiasi dan analisis aset desa, analisis hasil apresiasi desa, merumuskan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa, dan merumuskan dokumen Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa. Hal yang lebih penting lagi, menurut Frisca, penyampaian UU Desa dapat disampaikan melalui pengetahuan yang mudah dipahami.