Instruktur pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) Loka Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (LP3TKI) Surabaya mulai menerapkan modul pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan pekerja migran Indonesia (PMI). Penerapan pencegahan ekstremisme kekerasan kepada calon PMI ini diterapkan melalui modul “Islam Ramah dan Rahmah” dan “Penguatan Mental dan Kepribadian”, pada Senin-Selasa (25-26/11/2019).
Upaya pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI telah diinisiasi oleh Institute for Education Development, Social Religious, and Cultural Studies (Infest) Yogyakarta sejak tahun 2018. Salah satu strategi yang dilakukan Infest adalah menyediakan produk pengetahuan seperti “Modul Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di Kalangan PMI dan Penguatan Mental dan Kepribadian” bekerjasama dengan BNP2TKI, BNPT, dan beberapa organisasi masyarakat sipil dalam proses perumusannya.
Saat ini modul pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI telah diujicobakan kepada instruktur PAP sejak Januari 2019. Sosialisasi modul di antaranya dilakukan di beberapa BP3TKI seperti di Bekasi, Jakarta, Bandung, Serang, Semarang, Surabaya, Medan, dan Palembang. Modul juga sudah mulai diuji coba oleh instruktur kepada calon PMI pada proses OPP di Bekasi dan Semarang.
Dalam proses pendampingan praktik penerapan materi PAP untuk pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI, instruktur sebelumnya diberikan pembekalan khusus di hari pertama. Sementara di hari kedua, praktik penyampaian materi “Pencegahan Ekstremisme di Kalangan PMI” dan “Mental & Kepribadian” oleh instruktur PAP kepada calon PMI di Kelas PAP LP3TKI Surabaya.
Strategi penyampaian materi pencegahan ekstremisme kekerasan di semua kelas PAP
Menurut Kepala LP3TKI, Ma’rub, strategi penyampaian materi khusus pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan pekerja migran Indonesia (PMI) akan disampaikan di setiap materi PAP yang lain. Sehingga penyampaian materi tidak secara khusus disampaikan di kelas penguatan mental dan kepribadian saja.
“Strategi ini cukup efektif membuat calon PMI mengingat pesan-pesan penting yang disampaikan secara berulang-ulang di setiap mata pelajaran di kelas PAP,” ungkap Ma’rub.
Ke depannya, Ma’rub juga berharap dapat dilakukan trainning of trainer (ToT) untuk semua instruktur di Surabaya. Salah satunya adalah instruktur dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), sehingga memiliki pemahaman dan persepsi yang sama dengan instruktur lain yang sudah mendapatkan pelatihan tentang materi pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI.
PAP berubah menjadi OPP
Sementara menurut Irsyadul Ibad (Ibad), Direktur Infest Yogyakarta, nomenklatur pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) telah berubah menjadi Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP). Jika merujuk Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 9 tahun 2019 tentang tata cara penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Permenaker tersebut merupakan peraturan turunan dari undang-undang pelindungan pekerja migran Indonesia (UU PPMI).
OPP adalah kegiatan pemberian pembekalan atau informasi kepada PMI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri agar Pekerja Migran Indonesia (PMI) memiliki kesiapan mental dan pengetahuan untuk bekerja di luar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta dapat mengatasi masalah yang akan dihadapi. Selanjutnya, ketentuan teknis yang mengatur tentang pelaksanaan OPP masih merujuk ketentuan sebelumnya―UU PPTKILN―adalah dengan Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nomor PER-06/KA/VI/2011.
Dalam proses OPP, calon PMI diberikan materi tentang peraturan perundang-undangan di negara tujuan penempatan; perjanjian kerja; pengenalan budaya dan adat istiadat negara penempatan; pembinaan mental kepribadian dan bahaya narkoba; pola hidup sehat; serta, bahaya perdagangan manusia.
“Dari beragam masalah yang menimpa PMI di negara tujuan penempatan, tentunya, tidak semuanya tersampaikan dalam materi OPP. Dalam hal ini, termasuk persoalan ekstremisme kekerasan yang sudah mulai menyasar PMI. Sejumlah data hasil penelitian dan pemberitaan yang mengungkap fakta penangkapan PMI yang dikorbankan kelompok ekstremisme kekerasan, semakin menguatkan bahwa PMI rentan terjebak kelompok ekstremis,” jelas Ibad.