Institute for Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (Infest) Yogyakarta mengadakan “Training of Trainer (TOT) Modul Pencegahan Ekstremisme Kekerasan untuk Instruktur Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP)”. Pelatihan yang dilaksanakan di Surabaya pada Kamis-Jumat (24-25/10/2019), ini melibatkan 25 instruktur perwakilan dari Loka Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (LP4TKI) Surabaya, Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) di wilayah Jawa Timur, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Mataram, BP3TKI Makassar.
Pelatihan atas kerjasama Infest Yogyakarta dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dalam program “Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di kalangan PMI dalam Memperkuat Kapasitas Negara dan Masyarakat” yang diinisiasi oleh Infest Yogyakarta.
Pelatihan uji coba modul juga sebelumnya pernah dilaksanakan di Jakarta dengan megnghadirkan peserta dari beragam perwakilan BP3TKI di Indonesia. Sosialisasi modul juga pernah dilakukan di BP3TKI Medan, Serang Banten, Bandung Jawa Barat dan Semarang Jawa Tengah.
Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) sendiri adalah proses yang dilakukan oleh pemerintah untuk membekali setiap calon pekerja migran Indonesia dengan pelbagai pengetahuan dasar untuk migrasi, termasuk terkait dengan kontrak, ikatan ketenagakerjaan, adat istiadat di negara penempatan, peraturan di negara tempat bekerja dan penguatan mental kepribadian. Pasca ToT di Jakarta, beberapa instruktur juga sudah mengujicobakan materi pencegahan ekstremisme kekerasan dalam proses PAP, di antaranya PAP di Bekasi dan Semarang.
Mengenal Narasi Ekstremisme Kekerasan di Indonesia
Pelatihan “Training of Trainer (TOT) Modul Pencegahan Ekstremisme Kekerasan untuk Instruktur Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP)” diselenggarakan selama dua hari berturut-turut. Di hari pertama pelatihan, peserta belajar dari pengalaman korban indoktrinasi oleh kelompok ekstrimisme kekerasan di Indonesia, yang disampaikan oleh Sukanto, Direktur Pusat Rehabilitasi Korban NII/ NII Crisis Center.
Dalam pemaparannya, Sukanto menjelaskan tentang narasi ekstremisme kekerasan di Indonesia. Dia bukan hanya menjelaskan tentang latarbelakang di balik peristiwa tahun 1976 hingga saat ini, namun juga secara jelas menjelaskan bagaimana peran masing-masing organisasi seperti NII, JI dan JAD menjalankan misinya. Termasuk di antaranya adalah dari aspek keoganisasian, pendanaan, kader, pelaku aksi, sasaran rekrutmen, dan peran perempuan di tiga organisasi tersebut.
“Kelompok ekstremisme agama ini berusaha menggiring opini publik, berusaha membuat marah kaum muslim, serta memantik kekerasan untuk membuka pintu jihad,” jelas Sukanto dalam salah satu penjelasannnya, pada Kamis (24/10/2019)
Belajar Teknik Fasilitasi Pengelolaan Forum dan Penggunaan Alat Peraga
Masih di hari yang sama pada Kamis (24/10/2019), peserta juga belajar tentang teknik fasilitasi pengelolaan forum dan pengguanan alat peraga. Pembelajaran sesi kedua ini difasilitasi oleh Budhi Hermanto, dari Masyarakat Peduli Media (MPM). Proses pembelajaran ini berusaha mengenalkan pada peserta tentang pentingnya pendekatan yang partisipatif.
Menurut Budhi Hermanto, pada awalnya akan sulit menerapkan pendekatan partisipatif. Mengapa? Karena pendekatan ini masih merupakan hal baru bagi seorang yang terbiasa dengan cara penyuluhan, ceramah, atau cara-cara yang searah.
“Ada 10 tips dalam proses fasilitasi, yaitu meyakinkan; bersikap terbuka; fokus; menyadari keterbatasan diri sendiri dan orang lain; selalu belajar mengkalkulasi; menggunakan waktu secara efektif; kreatif; pandai membaca situasi; menghormati dan memberi penghargaan; dan mengenali kekuatan dan kelemahan pribadi,” ungkap Budhi Hermanto dalam salah satu pemaparannnya.
Dalam sesi teknik fasilitasi, peserta juga praktik fasilitasi sekaligus mempersiapkan proses pembelajaran yang akan mereka lakukan kepada calon pekerja migran Indonesia (PMI). Sebagai instruktur PAP, mereka bukan hanya memberikan pembelajaran pada satu mata pelajaran, namun beragam materi pelajaran bagi calon PMI dari pagi sampai sore. Salah satu mata pelajaran terbaru yang masuk dalam kurikulum PAP adalah materi pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI. Modul materi khusus pencegahan ekstremisme kekerasan oleh Infest Yogyakarta, namun dalam perumusan draftnya telah mendapat masukan dari BNP2TKI, BNPT, PWNI BHI Kemlu, dan beberapa lembaga mitra lainnya dari organisasi masyarakat sipil.
Pengenalan Materi Modul Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di Kalangan PMI
Di hari kedua pelatihan “Training of Trainer (TOT) Modul Pencegahan Ekstremisme Kekerasan untuk Instruktur Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP)”, peserta mulai mengenal materi dari modul pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan pekerja migran Indonesia (PMI). Materi tentang pengenalan modul ini difasilitasi oleh Marzuki Wahid, Penulis Modul untuk materi pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI. Marzuki Wahid merupakan seorang dosen, peneliti, sekaligus aktivis, dan kini juga menjadi Sekretaris Lakpesdam PBNU.
Di awal pembelajaran, Marzuki Wahid tidak serta merta mengenalkan langsung isi modul, namun memperkuat perspektif instruktur terhadap pentingnya pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI. Setelah memastikan bahwa peserta memiliki pemahaman tentang ekstremisme kekerasan dan kerentanan PMI, pembahasan diskusi kemudian berlanjut pada isi modul itu sendiri. Modul ini dipersiapkan untuk para instruktur BNP2TKI dalam proses pendidikan pembekalan akhir pemberangkatan (PAP ) yang dijalani oleh setiap calon PMI ke setiap negara tujuan. Melalui PAP, pengetahuan dasar disampaikan kepada calon PMI.
Pada sesi pengenalan modul, fasilitator bukan hanya mengenalkan maksud, tujuan dan latarbelakang disusunnya modul, pendekatan, pembahasan dan bahan-bahan materi yang disediakan di dalam modul, namun juga menyediakan bahan pembelajaran yang bisa digunakan oleh instruktur saat menghadapi calon PMI di kelas PAP.
“Radikalisme bukan tentang yang berjilbab lebar, berjenggot, atau bukan soal aliran menyimpang atau tidak. Radikalisme bukan soal amaliyah keagamaan, tapi tentang fikrah dan harokah atau tentang ideologi gerakan. Lalu apa yang dipersoalkan selama ini? Yaitu bagaimana golongan tertentu masih ada yang sulit membedakan antara ideologi agama dan ideologi negara. Selain itu, bagaimana berdakwah dengan cara-cara kekerasan, selalu ingin melakukan perubaha yang mendasar (radikal), serta selalu ingin mengubah ideologi negara dengan ideologi agama,” papar Marzuki Wahid dalam salah satu pemaparannya.
Selain berdiskusi tentang isi modul dan pendekatannya, fasilitator juga mengajak peserta untuk mempraktikkan proses fasilitasi menggunakan modul pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI. Dalam praktik fasilitasinya, peserta diberi keleluasaan dalam mengembangkan pendekatan yang tertulis dalam modul.
Pengenalan Materi Mental dan Kepribadian
Masih di hari kedua, sesi siang diisi dengan pengenalan materi mental dan kepribadian. Sesi ini difasilitasi oleh Irsyadul Ibad (Ibad), Penulis Modul untuk materi mental dan kepribadian. Ibad juga merupakan Direktur Infest Yogyakarta dan seorang dosen yang menempuh S1 dan S2-nya di Jurusan Psikologi.
Dalam pembahasan materi Penguatan Mental dan Psikologi Calon Pekerja Migran Indonesia, Ibad memulai sesi dengan curah pendapat dari para peserta tentang apa yang perlu disiapkan instruktur yang akan menghadapi calon PMI secara langsung dalam proses PAP. Peserta juga diminta mengungkapkan apa yang mereka ketahui terkait kesehatan mental di kalangan pekerja migran Indonesia (PMI). Setelah curah pendapat, fasilitator kemudian masuk pada pembahasan materi modul dan mengajak peserta praktik menjadi fasilitator untuk materi Mental dan Kepribadian, serta materi Islam Ramah dan Rahmah.
Pengembangan Strategi Penyampaian Materi Bisa Fleksibel
Materi pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan pekerja migran Indonesia (PMI) merupakan materi baru dalam kurikulum pembekalan akhir pemberangkatan (PAP). Bahkan istilah ekstremisme kekerasan-nya pun bagi semua instruktur PAP merupakan sesuatu yang baru. Sehingga dalam proses penyampaian kepada calon PMI, instruktur membutuhkan pelatihan khusus. Begitu pun dalam proses pengembangan pendekatan yang akan mereka terapkan.
Menurut Direktur Penyiapan Pembekalan Pemberangkatan (P2P) BNP2TKI, Ahnas, M.Ag, M.Si, materi khusus pencegahan ekstremisme kekerasan di PMI ini bisa dimasukkan dalam pembahasan materi lainnya. Artinya, dalam penyampaian tidak harus dalam satu jam pelajaran khsusus, namun sangat fleksibel untuk dimasukkan dalam materi yang lainnya.
Terkait tema yang tergolong baru berdasarkan pengalaman instruktur PAP, hal ini juga diungkapkan oleh Desy Pramitasari, salah satu instruktur yang merupakan peserta pelatihan. Menurut Desy, bukan hanya materi yang tidak begitu familiar, namun juga butuh strategi khusus dalam penyampaianannya. Apalagi Desy sendiri bukan serang muslim, sehingga butuh strategi tersendiri bagaimana caranya agar tidak menyebutkan ayat-ayat atau dalil-dalil dalam penyampaiannya. []