Institute for Education Development, social, religious, and cultural studies (Infest Yogyakarta) mengadakan workshop penyelesaian dokumen modul pencegahan kekerasan ekstrem bagi pekerja migran Indonesia pada Selasa-Rabu, 8-9 Januari 2019 di Cangkringan, Yogyakarta. Selain bertujuan untuk menyelesaikan modul yang ditulis penulis, workshop ini juga bertujuan untuk menggali masukan dari stake holder yang terlibat dalam pencegaahan kekerasan ekstrem bagi PMI, yakni BNP2TKI dan Kementerian Luar Negeri.
Sri Andayani, Mantan Kasubdit Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) yang saat ini menjadi Direktur Pemetaan dan Harmonisasi, yang turut hadir dalam acara ini mengungkapkan bahwa informasi dalam modul harus lengkap, karena dibutuhkan oleh trainer atau instruktur PAP. Namun demikian, seorang trainer juga tidak boleh terpaku pada modul saja, tetapi juga harus update informasi agar teman-teman Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga update informasi. Hal senada disampaikan oleh Panji Krisnowo, Kasubdit PAP pengganti Sri Andayani, yang berharap agar modul pencegahan kekerasan ekstrem dibuat selengkap mungkin untuk instruktur.
“Materi untuk instruktur dibuat lengkap, namun instruktur PAP menyampaikan pada PMI sebaiknya sesederhana mungkin dengan media yang mudah dimengerti juga,” ujar Panji Krisnowo dalam sesi workshop.
Modul pencegahan kekerasan ekstrem bagi PMI salah satunya memiliki tujuan agar calon PMI dapat memahami bahwa agama membawa misi perdamaian, bukan peperangan dan konflik. Marzuki, penulis modul pencegahan kekerasan ekstrem bagi PMI di negara asal mengungkapkan bahwa tulisannya dalam modul menyertakan ayat-ayat dalam agama Islam yang bersifat positif.
“Ini dilakukan agar PMI memahami bahwa kebencian, ekstrimisme dan kekerasan itu bertentangan dengan agama Islam. Oleh karena itu, segala paham yang menggunakan kekerasan itu bukan dari dan oleh Islam. Materi modul dapat diikuti oleh non muslim juga karena penyampaiannya lebih kepada esensi nilai-nilai Islam,” kata Marzuki.