Malang,– Kamis (9/4/2015) pagi, suasana Kantor Desa Jambearjo, Kecamatan Tajinan tampak ramai. Rombongan marchingband, yang sebagian besar perempuan, berjalan rapi memasuki halaman kantor desa. Penampilan ibu-ibu PKK Desa Jambearjo ini menyambut kedatangan 40 kepala desa di Jawa Timur.
Hari itu, Desa Jambearjo menjadi ruang belajar para kepala desa di Jawa Timur. Menurut Endang Sri W, selaku Kepala Bidang Diklat Fungsional Provinsi Jawa Timur, kunjungan ke Desa Jambearjo menjadi proses pembelajaran dalam rangka penguatan kepala desa. Endang menambahkan, Desa Jambearjo memiliki beragam potensi yang bisa menjadi bahan rujuan dan inspirasi bagi desa lainnya.
“Harapannya ada nilai positif yang bisa diambil oleh para peserta (kepala desa) yang bisa diimplementasikan di wilayahnya,” terang Endang.
Desa Jambearjo bisa menjadi contoh bagi desa lain yang mampu memaksimalkan potensinya bagi kesejahteraan warga. Desa ini pernah menjadi juara 2 tingkat Provinsi Jawa Timur dalam pengelolaan air bersih. Pengelolaan air bersih di Desa Jambearjo dikelola swadaya oleh masyarakat melalui Badan Pengelola Air Bersih dan Sanitasi (BPAS) Sumber Apak. Sumber air bersih di Desa Jambearjo mampu melayani 1187 pelanggan.
“Sumberdaya manusia adalah modal sosial yang dimiliki oleh Jambearjo untuk menggerakkan roda pemerintahan desa dan pengelolaan air bersih,” terang Kepala Desa Jambearjo, Bambang Mawardi ST.
Untuk menjadi desa mandiri, Pemerintah Desa (Pemdes) Jambearjo telah menggagas dan melakukan beragam inovasi. Dari pengelolaan air bersih, Desa Jambearjo menggagas pengembangan sumber listrik mandiri. Gagasan ini muncul karena Desa Jambearjo mempunyai potensi sumber dan aliran air yang mampu menggerakan turbin sebagai sumber listrik.
“Kami mempunyai rencana untuk memiliki sumber listrik mandiri yang akan digunakan untuk memompa sumber air ke masyarakat. Di sekitar sumber juga akan dibuat wahana pemancingan dan wisata lainnya,” tambah Bambang.
Dalam bidang keterbukaan informasi, Pemdes Jambearjo melakukan inovasi dalam penyusunan buku kerawangan desa dan menerbitkan majalah Suara Mandiri. Buku kerawangan yang memuat dokumen kepemilikan tanah desa ini disusun supaya mudah dibaca dan dipahami oleh warga. Hal tersebut untuk meminimalisir potensi konflik akibat sengketa tanah. Sementara Suara Mandiri, menjadi media komunikasi dan informasi bagi warga.